Popular Post

Posted by : Unknown Senin, 17 Maret 2014

Krakatau - Kudaki dan Kuselami Keindahanmu "Part 2"


Gaduhlah orang di dalam negeri
Mengatakan datang kapalnya api
Lalu berjalan berperi-peri
Nyatalah Rakata empunya bunyi
.......
Riuh bunyi di dalam perahunya
Bersahutan sama sendirinya
Seperti kiamat rupa bunyinya
Ramailah orang datang melihatnya
Demikian petikan transliterasi Inilah Syair Lampung Karam Adanya karangan Muhammad Saleh bait ke-14 dan 16. Syair ini dikumpulan oleh Suryadi dan diterbitkan dalam Syair Lampung Karam, Sebuah Dokumen Pribumi Tentang Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883.

Tulisan kali ini merupakan lanjutan cerita perjalanan kami sebelumnya menelusuri keindahan Krakatau bagian pertama DISINI. Ini merupakan hari kedua kami menelusuri berbagai keindahan di kepulauan krakatau. Hari minggu pagi saat matahari belum tampak dan ayam ayam pun belum sempat untuk berkokok. Kami yang terdiri dari saya sendiri, Rizal, Dino, dan Rendi telah terbangun dari peraduan dan bersiap untuk menuju Gunung Anak Krakatau. Pukul 03.00 kami pun telah siap untuk berangkat. Dermaga subuh itu pun tampak masih gelap dan sepi tapi tampak kru kapal sewaan kami telah sibuk mempersiapkan semuanya. Bersyukur angin laut saat itu tak berhembus kencang dan sang lautan pun tampak tenang dibalik gelap pagi itu.


Sunrise 
Setelah semua berkumpul dan menaiki kapal, mesin kapal pun segera menderu nderu memecah keheningan pagi itu. Lampu di kabin pun telah menyala dan sedikit menyilaukan mata yang sebelumnya telah terbiasa dengan kegelapan. Angin laut pun tampak berhembus lebih kencang saat kapal melaju membelah ombak. Dan itulah semua keadaan yang menyambut kita untuk berpetualang di hari minggu itu. Perjalanan menuju Gunung Anak Krakatau dapat kita tempuh selama 90 menit dari Pulau Sebesi. Di tengah perjalanan ombak semakin besar, kapal pun naik turun menembus besar ombak besar pagi itu. Sedikit perasaan was was ketika ombak terpecah di haluan kapal dan airnya pun seakan melompat sampai ke atas kapal. Tapi inilah serunya berpetualang itu, tanpa hadangan seakan perjalanan ini bagai sayur tanpa garam.

Gunung Anak Krakatau
Tak Berapa Lama Gunung Anak Krakatau pun menampakkan wujudnya. Tak Seberapa tinggi memang tapi tampak jelas gunung ini merupakan potensi nyata bencana yang mungkin akan terjadi di masa depan, kepulan asap tampak membumbung dari kawah yang terdapat di puncaknya, di kanan kiri tampak lelehan lahar yang telah membeku dan membentuk batuan keras formasi Pulau yang terbentuk di Anak Krakatau ini. Tampak jelas juga sisa sisa bencana pada masa lalu. Dibelakang Anak Krakatau tampak jelas sisa Gunung Krakatau purba di Pulau Rakata. Pulau ini tampak seperti gunung yang terbelah menjadi hanya separuh bagian. Tampak dari puncak hingga ke permukaan laut yang biru, terbayang di benak saya betapa dahsyat letusan Krakatau di masa silam.


Gunung Rakata Yang Terbelah
Perahu pun segera merapat di Anak Krakatau. Pasir di pantai ini tampak hitam, menandakan aktivitas vulkanis yang terus berlangsung hingga saat ini. Anak Krakatau ini merupakan Cagar Alam yang telah di kelola dan dalam pengawasan Provinsi Lampung. Oleh karena itu kita wajib melapor ke pos jaga yang ada saat berkunjung. Dan untuk kegiatan hiking menuju Badan Gunung Anak Krakatau pun kita wajib di dampingi oleh Ranger. Itu semua prosedur yang harus kita patuhi dan semua itu demi kenyamanan dan keselamatan kita semua.


Mentari Pagi Itu

Pantai Pasir Hitam Anak Krakatau
Disekitaran pos jaga yang tertata cukup baik terdapat beberapa peraturan pengunjung yang harus ditaati serta papan informasi mengenai sejarah letusan dan terbentuknya Gunung Anak Krakatau. Informasi yang cukup menarik dan bersifat edukatif bagi para wisatawan yang berkunjung di Anak Krakatau. Disini kita juga dapat melakukan kegiatan camping disekitaran pantai tentunya dengan izin terlebih dahulu.

Cagar Alam Anak Krakatau

 

Setelah semua siap kami pun segera berjalan menuju puncak Anak Krakatau. Sebenarnya kita tidak diperbolehkan sampai di puncak karena sangat berbahaya melainkan kita akan berjalan hanya sampai punggungan badan sebelum puncak Anak krakatau. Kita hanya membutuhkan 30 - 40 menit berjalan untuk mencapainya tergantung fisik masing masing juga. Trek sepanjang perjalanan berupa tanah pasir vulkanis. Awal perjalanan kami menembus hutan pinus yang terhampar  di atas tanah pasir, dengan trek masih landai. Selepas hutan tampak puncak Anak Krakatau menyambut kedatangan kita dari kejauhan. Dari titik ini trek akan terus menanjak hingga punggungan bukit yang akan kita tuju. 



Batas Vegetasi
Trek berupa pasir dengan batuan yang tersebar, menurut saya trek ini hampir mirip dengan Mahameru dengan kemiringan 30 - 45 derajat namun dengan rentang perjalanan yang lebih pendek. Jika trek ini sepanjang Mahameru menurut saya trek ini lumayan berbahaya juga karena banyak lelehan lahar panas yang telah mengering menjadi batu batu yang lancip, jika batuan ini terkena kaki kita akan berbaya dan bisa mengakibatkan luka. Di tengah tengah perjalanan kita juga akan merasakan sensasi mendaki gunung "Naik 2 turun 1" istilah para pendaki jika sedang mendaki gunung berapi dengan trek pasir karena jika kita mendaki naik 2 langkah pasti akan kembali mundur 1 langkah. Inilah tipikal mendaki gunung aktif yang berpasir seperti di Mahameru, Merapi dan lainnya.



Kontur Yang Miring


Naik 2 Turun 1

Lahar Panas Yang Telah Membeku
Setelah cukup terseok seok di dalam pasir dengan langkah kaki naik 2 turun 1, kami sampai juga di punggungan Anak Krakatau. Dari titik ini kita dapat memandang puncak Anak Krakatau, puncak yang tampak keputihan dan terus mengeluarkan asap belerang tampak gagah dihadapan kita. Keseluruhan tampak pasir dan lahar panas yang telah mengering, seakan memperingatkan kita akan bahaya yang akan ditimbulkan olehnya, oleh karena itu kita harus senantiasa waspada. Pemandangan disini sangat indah lautan biru terhampar begitu megah dengan gugusan kepulauan yang tersebar, tampak Pulau Panjang, Pulau Rakata dan lainnya. Disini sekali lagi mulut saya berkata lirih "Aku cinta sekali negeri yang indah ini".


Puncak Anak Krakatau



Pulau Panjang Dari Kejauhan

Berjalan ke arah samping pemandangan tak kalah indahnya, tampak Gunung Rakata yang indah ditengah laut yang biru dengan separuh puncaknya yang telah hilang tertutup oleh awan. Benar benar pengalaman yang tidak akan kami lupakan bisa mengijakkan kaki di Gunung dengan catatan sejarah letusan yang menggemparkan dunia ini. Tak ingin kehilangan momen kami segera melakukan beberapa jepretan kamera untuk mengabadikan jejak langkah kita menelusuri keindahan Krakatau.


Tampak Gunung Rakata
Turun dari Punggungan Anak Krakatau kita dapat langsung turun ke bawah dan kembali ke pos. Pada Waktu turun ini dapat melakukan seluncuran atau ski di atas hamparan pasir yang miring. Hampir persis seperti yang pernah saya lakukan di Mahameru, bedanya disini kita harus lebih berhati hati karena banyak batu lancip dari lahar panas yang telah mengering. Memang sangat mengasikan kita dapat berselancar diatas pasir, inilah hal yang sangat menyenangkan saat mendaki ke gunung berapi yang berpasir. Setelah terengah engah sampai ke puncak akan terbalas dengan kecepatan kita saat turun ke bawah. Tak sampai 20 menit kami pun sampai kembali di bibiran pantai Anak Krakatau. 


Perjalanan Turun
Berakhir sudah perjalanan kita menapaki Anak Krakatau. Dibalik keindahannya tersimpan jejak jejak sejarah kedahsyatan Bencananya dan mungkin juga akan terulang lagi kelak di kemudian hari. Oleh karena itu kita harus senantiasa waspada. Memang negeri ini indah tiada tara namun selalu di intip oleh sekeliling bencana yang siap menerkam.  Dibawah ini sedikit rekaman pendek video perjalanan kami menelusuri keindahan Krakatau, mulai dari pendakian hingga penyelaman ke dasar lautnya yang sangat indah.




" Segala isi conten bersumber dari Pradickta Kusuma, Pemilik Blog www.setapakkecil.blogspot.com
yang merupakan sahabat dan teman berpetualang admin, yang sudah meminta izin. 
kunjungi juga blog setapak kecil "

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Suara Alam - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -